Dulu, jalan di depan rumaku nampak begitu
sempit, apalagi ketika aku menyusurinya bersamamu. Namun sekarang jalan ini
begitu luang dan bahkan sangat lengan untuk aku lalui sendiri. Bagaimana
denganmu? Apa kamu juga merasa sama dengan apa yang aku rasakan? Sepertinya
tidak
Aku kembali
memikirkan saat itu. Terlintas jelas saat aku membanting buku tepat di depanmu
disaat kamu memandang tegang pada layar komputermu. Konyol memang pertemuan
kita, namun aku suka, bahkan sangat suka. Aku kembali memandang keluar,
terlihat sendu, sama sepertiku. Mungkin akan turun hujan? Aku benci hujan! Langit
sepertinya nampak cengeng kali ini. Aku tak percaya hujan, dan aku tak percaya
bahwa pelangi akan datang setelah hujan! itu semua omong kosong. Dari sini ini
aku bisa melihat semuanya yang berjalan di bawah sana. Tepat di depan rumahku,
gadis kecil yang memakai jas hujan merah jambu yang di gandeng oleh seorang
wanita paruh baya nampak jelas dari sini. Sangat hangat bukan ketika
bergandengan? Entahlah . . . pemikiran seseorang akan berbeda dengan yang
lainnya. Setidaknya aku pernah merasakan hal tersebut. Aku memicingkan mataku
melihat seseorang berjalan dari arah barat. Dan aku mengenali laki laki itu.
Laki laki itu
berjalan ditengah genangan air selepas hujan tadi. Terlihat tangannya
dimasukkan ke dalam saku. Mungkin dia kedinginan? Aku tersenyum, dan tanpa
sadar mata kami saling bertemu. Cukup lama, bahkan aku bisa melihatnya ketika
dia memandangku sendu. Kenapa kami sama sama sendu pagi kali ini? Dia menunduk
dan nampak menghela nafas panjang. Laki laki itu berbalik, kembali ke barat. Terlihat
bahwa sekarang aku berada di sebelah
kanan. Aku diam sembari menunggu apa yang akan terjadi. Menunduk. Tapi seolah
olah saja aku mengerti, bahwa kini genggamanku yang dulu sudah lepas, berbalik pergi dan meninggalkanku. Jika aku
punya kesempatan berkata kepadanya, pastilah aku akan mengatakan “ Apakah
karena dia kau meninggalkanku, Farhan? ” . Namun sayang, hal tersebut tak
pernah terdengar, kini aku kembali membisu abadi dalam tangis kelu sore hari. Padahal aku pernah berfikir bahwa setelah
hujan selalu ada pelangi yang akan memeluk langit. Dan aku ingin menjadi langit
itu. Namun sayang, bahwa pelangi tak akan selalu datang setelah hujan menyapa. Aku
menoleh kembali ke jendela, dan dia sudah tidak terlihat lagi.
Ting!! Aku mendengar
handphone ku berbunyi, ku jangkau handphone ang ada di meja yang tak begitu
jauh dariku, aku membuka dan membacanya . . .
“ Hallo sarah, jika Cinta adalah sebuah pilihan,
maka aku memilih untuk patah hati. Namun patah hatiku adalah sama bagimu. Maafkan aku. Aku dulu
berpikir bahwa cinta adalah kebahagiaan orang lain yang lebih penting daripada
bahagiaku. Aku harap kau bahagia dengan perginya aku. Aku ingin setelah ini kau
bahagia lebih dari segalanya, meskipun aku yang harus sakit. Engkau mengerti
bukan? Salam, Farhan ”
Aku menghela
nafas panjang . . . Aku menarik kata kataku sebelumnya . . .