Pada Sebuah Hati : Johan ( Part 1 )
Tuesday, July 18, 2017
“ Pukul berapa
sekarang? “ aku bergumam pada diriku sediri
Jam tangan yang
aku kenakan menunjukkan pukul 08.45 WIB yang artinya perpustakaan sudah dibuka.
Aku bergegas mengemasi barang barang dimeja karena hari ini aku hanya ada satu
jadwal bersama dosen. Artinya aku memilki waktu cukup lama untuk berdiam diri
di perpustakaan, bisa dibilang semedi.
“ Aku mau ke
perpustakaan dulu ya, sampai ketemu nanti “
Kuraih tas
punggung dan segera berlalu. Belum juga berberapa meter aku beranjak dari
kursi, aku dengar Dion, sahabatku berkata cukup keras
“ Ngapain kamu
ke perpustakaan terus sih? ” celetuknya
Aku hanya
menoleh dan tersenyum sambil menunjukkan jari jemariku menyerupai pistol, dan
ku arahkan kepadanya
“ Bukankah kau
sudah hafal? ” aku tersenyum sambil berlalu
“ Dasar mentang
mentang sudah selesai sidang! ” Teriaknya dari dalam kelas
Aku kembali
tersenyum, tertawa kecil lebih tepatnya. Aku kembali menyusuri lorong lorong
yang mengarah ke perpustakaan, Sepertinya hari ini kampus cukup ramai, kutemui
berberapa kerabat yang aku kenal di lorong kampus. Hanya saja aku enggan
berbasa basi berbicara dengan mereka. Cukup tersenyum atau menepuk pundak
mereka, selebihnya langsung saja tinggal pergi.
PERPUSTAKAAN.
Tulisan di atas pintu yang cukup besar. Aku sudah mengenal baik penjaga
perpustakaan ini. Jadi tak perlu basa basi lagi, tinggal menghampirinya dan
menulis nama di buku yang berada di depannya.
“ Masih di sini?
Kan kuliahmu sudah selesai? ” Tanya beliau
“ Terus kalau
saya sudah selesai saya tidak boleh main disini? Saya kan kangen ibu ” candaku
“ Dasar kamu,
masih saja suka menggoda. Untung saya sudah punya suami dan anak. Jadi saya
bisa bertahan ”
Beliau menepuk
pundakku dengan kersnya. Kami berdua tertawa bersama sama. Tentu saja pelan
pelan, mengingat bahwa ini perpustakaan. Segera aku meninggalkan beliau
menyelusuri rak rak buku yang berjajar. Sejenak aku berhenti, bingung mencari
buku yang hendak aku baca. Dasar bodoh!
Aku kembali
menyelusuri rak rak buku yang tersisa. Aku mengambil apa yang sepertinya
menarik. Sambil memilih buku, aku perhatikan dimana nantinya aku akan duduk.
Aku sangat risih ketika aku harus berhadapan dengan orang yang sangat
bersemangat mengerjakan skripsi di perpustakaan. Bukan masalah mentang mentang
aku sudah mau wisuda, tapi bunyi keyboard cukup menggangguku. Bukankah aku
egois? Entahlah aku membawa berberapa buku yang akan aku ajak berduaan
seharian, dan aku menemukan buku yang sepertinya menarik.
Feminist Thought
karya Rosemarie Tong. Begitu yang tertulis pada sampul buku tersebut.
“ Apakah mirip
dengan karya karya dari N.H. Dini? “
Itu hal pertama
yang aku ucapkan pada diriku sendiri. Aku memang menyukai buku buku seperti
itu, yang menggambarkan sudut pandang perempuan secara utuh, jelas, dan gamblang
serta bagaiama si pengarang menggambarkan pikiran mereka terhadap laki laki.
Cukup menarik, bahkan sangat. Seperti yang sering tergambar jelas pada novel
novel karya N.H.Dini. Aku menuju pojok ruangan yang kosong, duduk disana dan
mulai membaca.
“ Bagaimana bisa
denda buku sebanyak ini? Ya ampun kamu ini! ”
Aku menoleh
sebentar. Ternyata Bu Eni sedang memarahi seorang perempuan. Terlihat perempuan
itu hanya cengengesan sambil
menggaruk garuk kepala. Dasar! Sekilas aku melihat wajahnya, cantik? Entahlah.
Sementara aku beri nilai cukup. Aku kembali membaca buku tersebut. Sangat salut
bagaimana cara Rosemarie Tong menggambarkan pola pikir wanita secara indah
dalam sebuah tulisan, dan bagaimana dia mengungkapkan isi perasaan perempuan
kepada laki laki. Aku mengaguminya! Memang bukan sebuah novel, namun aku suka
“ Brukh ”
terdengar suara
buku yang di letakkan di meja cukup keras. Aku menoleh. Rupa rupanya perempuan
yang tadi sedang berurusan dengan Bu Eni. Aku membiarkannya karena dia tidak
penting, sangat. Aku membiarkannya duduk di seberang mejaku, tidak pas di
sebrangku, tapi lebih tepatnya agak ke kanan. Aku kembali focus pada apa yang
aku pegang. Ya! Karya Rosemarie Tong yang mengangumkan ini. Sangat membuatku
terhanyut. Aku kembali mengecek jam tangan yang aku kenakan, rupanya baru 15
semenjak perempuan ugal ugalan itu duduk
di depanku. Aku menoleh padanya. Rupanya dia juga menoleh kepadaku, segera
kulihat dia segera menyembunyikan wajahnya. Pasti dia pura pura membaca. Dasar!
“ Sarah
Larasati! ” Teriak Bu Eni
Kulihat
perempuan itu segera berdiri dan beranjak dari tempat asalnya, buku yang dia
baca, mungkin lebih tepatnya buku yang pura pura dia baca diletakkannya begitu
saja. Dia sekilas melihat ke arahku. Apa apaan itu? Aku menoleh ke arah Bu Eni.
Kulihat raut mukanya menyebalkan, seperti pertama kali beliau memarahiku. Tunggu
siapa tadi nama perempuan itu? Sarah?
2 comments
Karena blog Farih, jadi main ke sini. Ternyata 2 sudut pandang cowok-cewek, ya. Hmm, menarik juga~
ReplyDeleteJadi pengin ngajak duet bloger perempuan. Wahaha.
Wah terima kasih atas kunjungannya gan, semoga menghibur :)
Deletedi tunggu karya kolaborasinya gan :)