Image Source : Google |
Saat ini aku
ingin sekali kembal pulang, apakah aku harus melalui jalan yang sama ketika
aku pergi? Atau justru berhati hati melewati jalan lain namun dengan resiko
kamu tinggal pergi? Kembali pulangpun, apakah masih ada hati yang sama disana
untukku kembali? Atau justru aku pulang hanya untuk menyaksikan suatu hal yang
lapang? Bahwa hati yang pernah saling mengharapkan kini hilang. Yang tersisa
mungkin lubang, bahwa dulu di sana ada hati yang mengharapkan seseorang pulang.
Sudah berberapa
tahun sekarang? Entahlah, karena aku tak pernah menghitungnya. Langit juga
tidak bisa menunjukkannya sudah berapa lama aku pergi. Namun yang aku tahu,
langit terkadang labil. Kadang cerah, kadang mendung. Atau aku yang membuatnya
terlihat cerah dan mendung, lebih tepatnya karena batinku? Percayalah, aku
pergi bukan karena aku tidak peduli. Aku justru akan tetap tinggal jika aku
tidak peduli kepada dirimu. Hanya saja, kau tidak memaknai kepergianku seperti
makna yang aku pahami. Pasti kau berfikir “ Bagaiaman
bisa kau peduli jika kau pergi? ” Haruskah aku menjelaskannya? Kau emosi dank
au tak akan peduli. Aku yakin
Kau tahu, saat
aku pergi, dari tempatku di sini aku tak henti-hentinya menatap senja. Kau tahu?
Sungguh indah jika dilihat dari tempatku berada. Aku tak akan menyebutkan
dimana tempatnya karena aku yakin kau tak peduli. Tapi ketika aku melihat bahwa
senja sudah sampai batasnya, disana aku mulai merasa kehilangan. Apa itu yang
kau rasakan? Sebenarna siapa disini yang kehilangan? Aku? Atau dirimu? Jika
dirimu yang merasa kehilangan, apa kau merasa sakit layaknya yang aku rasakan
ketika aku pergi meninggalkanmu? Yah ketika senja sudah sampai batasnya, disana
aku melihat bayangmu. Selalu. Aku tidak mengada ada, saat itu kau begitu indah
dalam baying. Tapi kau tahu? Saat itu juga aku sadar bahwa baying dirimu akan
menghilang begitu senja menghilang. Sialnya, kau hanya menyisakan bayang. Terkenang
saat bayangmu menghilang bersama senja. Lalu aku akan terdiam.
Kini ketika kembali
dan aku melangkahkan kaki terakhirku di ujung jalan untuk menemuimu, senyumku
hilang begitu saja ketika melihat dirimu. Bukan karena kau layu ataupun mati
begitu saja ketika aku pergi, tapi karena sekarang kau tidak sendirian. Ada yang
menemanimu di sana, dihari ini ketika semuanya serba tidak pasti. Pasti menyenangkan
bagi dirimu yang pernah menjadi favoritku, karena sekarang kau tidak sendirian. Namun sayang
kamu tidak tahu, siapa kini yang menemanimu.
Apa kau begitu
cepat menyesali karena aku pergi walau kupastikan kau bahwa aku akan kembali? Apakah
janji tidak begitu berarti ketika aku bisa bertahan dari wanita yang berani
mendekati meski aku sudah susah menolak karena sudah ada yang aku miliki. Dan kini?
Ketika aku kembali, aku sudah ada yang menemani? Sudahlah, temani saja dia yang
selama ini menemani dirimu yang sepi karena aku tinggal pergi. Jika aku masih
kuat, aku akan menunggu disini bersama kotak cicin yang aku kantongi. Dan biarkan
saja senja kembali menawan rindu ini.