Jika kehidupan adalah selembar kertas
putih yang cukup panjang, maka Tuhan adalah penentu terbaik apa yang akan
terjadi pada selembar kanvas tersebut. Jika segaris saja mampu menentukan
segalanya, maka itu bukan hal yang mustahil. Bahkan tak sulit untuk menghapus
atau mengulanginya dengan garis dan alur yang baru. Percayalah bahwa kita
sebenarnya digambar dalam garis yang sama, warna yang sama, dan pola yang sama.
Dan percayalah bahwa Tuhan yang menjalankan kita. Aku berpikir ketika kita
berhenti disini bersama, aku yakin bahwa ini pemberhentian terakhir bagi kita
berdua. Namun sayang, perlahan aku melihatmu menjauh dan sekarang aku tak
melihatmu lagi.
Lama aku menunggumu. Bukankah itu
konyol? Bahwa seseorang yang pergi tanpa menoleh lagi kepadaku berhak untuk aku
tunggu? Tersadar bahwa dirimu adalah pemberhentianku yang salah. Seberapa lamapun
aku menunggu yang lain untuk menjemputku atau bahkan menggandeng tanganku untuk
membawaku pergi dari sini, aku tak akan pernah mendapati seseorang berhenti di
depanku apalagi datang dan menggandeng tanganku. Atau mungkin bahwa mereka
tidak akan mau menggandeng tanganku karena aku menyebutmu sebagai pemberhentian
terakhirku? Dulu aku menyebutmu begitu. Namun sayang, sekarang dengan sekuat
tenaga aku ingin berlari untuk
menyusulmu, namun rasanya sulit dan tak akan mungkin
Tuhan selalu membiarkan bunga untuk
merekah bagaimanapun kondisinya. Namun terkadang Tuhan membiarkan satu persatu
kelopak bunga layu dan luruh dengan sendirinya. Bahkan ketika kuncup harus
jatuh sebelum merekah. Begitupula dengan kebaikan hati Tuhan yang telah
menciptakan kupu kupu sedemikian rupa sehingga ia bisa terbang. Namun saying,
Tuhan juga membiarkan berberapa sayap kupu kupu patah.Bahkan sebelum ia sempat
pergi ke tempat yang lain. Terlebih lagi untuk mencari kupu kupu lain yang akan
mengiringinya kemanapun ia pergi. Bukankah
ia akan mati sebelum ia sempat terbang lagi? Tuhan tahu apa yang akan terjadi. Bahwa
makhluk menjijikkan seperti ulat dapat berubah menjadi kupu kupu dan Tuhan
meberikan waktu singkat padanya. Mungkin Tuhan tak ingin membuatnya terlena. Begitu
juga dengan aku, kamu dan kita. Bukankah aku sudah cukup jauh terlena?
Rasanya aku ingin segera bangun dari
tidur. Mengapa? Karena ketika bangun nanti aku akan lupa bagaimana semuanya
terjadi dalam mimpi dan aku tak akan mengingat lagi siapa kamu. Dan aku senang
karena tidak lagi mendapatimu dan aku sungguh yakin akan hal itu
“
Tak perlu menunggu senja hingga menjadi senja kembali. Tak perlu lagi menunggu
untuk tumbuhnya kelopak baru lagi. Ketika Tuhan memintamu untuk bangun, maka
kau akan bangun. Bukankah Tuhan sudah terlampau sayang kepadamu? Besyukurlah “