“ Aku ? ” aku
menoleh dan meletakkan buku yang aku baca
“ Iya lah, siapa
lagi? Di sini Cuma ada gua dan lo kan? ”
“ Bu Eni? ”
tanyaku kepadanya. Aku tersenyum
“ Bu Eni? ” dia
menepuk jidatnya sendiri, “ Masa iya gua Tanya sama Bu Eni? Bunuh diri dong
gua? ”
Aku tersenyum
kembali. Sebenarnya aku ingin tertawa, tapi kali ini aku masuk dalam jebakan
yang Bu Eni buat. Ya Tuhan apa lagi ini?
“ Aku pernah
sekelas sama Johan. Kenapa? Lagi pula aku juga semester ini sekelas sama dia ”
akhirnya aku meberanikan diri menjawab pertanyaan Sarah
“ Lo serius? ”
girang sekali dia
“ Enggak sih,
bohong ” jawabku santai
“ Gua pulang
lah, perasaan kita baru kenal tiga hari lalu lo udah ngerjain gua terus! ” dia
berdiri dan merapikan bukunya
“ Silahkan ” aku
tersenyum kepadanya. Kembali membaca buku
“ nggak nggak. Ayolah bantu gua. Please ”
dia kembali kemejanya. Kembali duduk dengan rapi. Mirip anak kecil yang
merengek minta permen
“ Kamu masih ada
hutang denganku kan? Sekarang ceritakan isi buku Feminist Thought ”
tagihku
“ Anu, gua . .
. ngg . . . apa itu namanya? ”
" Lupa? Jelas! " sindirku
Aku memandangnya
dan mengangkat bahu tanda bahwa aku tak tahu. Dia sepertinya gugup. Kulihat dia
balik memandangku. Aku mengangkat alis dan tersenyum. Dia berdiri tak lama
setelah itu
“ Gua akan
certain isi bukunya bahkan sampai riwayat yang nulis bukunya. Sekarang lo antar
gua nemuin Johan ke kelasnya ” dia menarik tanganku dengan kasarnya. Aku yang
kaget menepis tangannya
“ Apa apaan sih?
” sergahku
Dia dengan tajam
menatapku, ah betapa keras kepala sekali perempuan satu ini. Dia kembali menggenggam
tanganku, ditatapnya diriku tajam tajam.
“ Please antar
gua, dia yang bisa bantu gua. Kata Bu Eni dia yang nemuin buku yang pernah gua
pinjem ”
Digelandanya
diriku keluar perpustakaan. Aku melewati Bu Eni dan memberikan tanda protes.
Beliau hanya tertawa. Sial! Memang aku menemukan sebuah buku tergeletak di
bangku sebuah ruangan ketika aku lewat. Segera saja aku bawa pulang. Entah
milik siapa bahkan aku tidak tahu. Ternyata Sarah empunya buku itu. Dan bodohnya lagi, aku cerita ke Bu Eni tentang
buku yang aku temukan. Oke, sekarang aku paham. Ini yang direncanakan Bu Eni.
Sial! Kenapa beliau tidak memberitahuku bahwa buku itu milik Sarah? Sekarang justru
aku yang masuk jebakanku sendiri. Dasar! Semoga sekarang kelas dalam kondisi
kosong
Dan? Sial di
kelas masih ada Dion sama anak anak yang lain. Sarah yang nyelonong masuk
sambil menggandengku langsung menemui Dion. Dion sepertinya kaget. Sama! aku juga
kaget, lebih tepatnya heran sih.
“ Mas di sini
ada yang namanya Johan? Kata mas ini ada yang namanya Johan. Kalian sekelas
bukan? ” Wuih, bakat intelnya keluar!
Sepertinya Dion
tambah kaget. Dion yang bingung segera menatap diriku. Aku yang tahu itu segera
mengedipkan mata. Kode!
“ Johan?
Sepertinya dia sedang keluar. Kenapa ya mbak? Ada perlu?” Tanya Dion
“ Oh iya mas,
ada perlu sebentar sama Johan. Tapi sepertinya sekarang tidak ada ” jawabnya dengan sopan. Wah dia mungkin gila
ya? Giliran ngomong sama aku bahasanya lo gua, giliran sama orang lain saja
kalemnya minta ampun. Mungkin keturunan keraton kalah kalem sama dia.
Berlebihan ah! Sarah menatapku. Sepertinya dia hendak pamit atau semacamnya
sama Dion. Untunglah, dion bisa diandalkan!
“ Tapi aku punya
nomornya Johan, mungkin kalau mbaknya mau saya bisa kasih ” Dion mencoba
memberikan penawaran
Apa? Dion sudah
gila ya? Ya Tuhan cobaan apa lagi yang engkau berikan. Kenapa aku memiliki
teman satu macam ini. Sumpah, lelah ini batin seharian. Aku manatap Dion tanda
bahwa aku protes. Dion hanya tertawa kecil. Kulihat anak anak yang lain sama
saja. Sial sekali hari ini
“ Beneran mas?
Saya boleh minta? ” sarah mulai menekan tombol pada layar ponselnya. Dia
terlihat senang. Aku tidak. Sarah berterima kasih kepada Dion. Aku tidak. Dia
kembali kepadaku, sambil menunjukkan deretan angka di layar ponselnya. Ya
benar! Itu nomorku.
“ Oke mas,
sebentar Johan akan saya telfon “ Sarah menekan tombol panggilan. Sial dia
menelponku? Aku? Yang ada di sebelahnya? Segera kurogoh saku celanaku, dan aku
matikan ponselku. Bisa gawat kalau Sarah tahu kalau Johan itu aku.
“ Tidak aktif
mas, mungkin saya telfon nanti saja ” jawab Sarah sambil mengakhiri panggilan
“ Mungkin dia
sedang ada kegiatan. Ngapain sih rebut amat ” jawabku seadanya tanpa
melihatnya.
Dia mendongak ke arahku. Aku tahu itu tanda protes
“ Iya mbak
mungkin Johan lagi ada kegiatan lain. Nanti juga bisa di hubungi ” Dion
menjawab dengan santainya. Tapi aku tahu dia menahan tawa, jelas sekali dari
mukanya
“ Iya mas, kalau
begitu saya ijin dulu, terima kasih ya mas ” Dion dan yang lainnya segera
mengiyakan. Mereka semua berjabatan tangan. Sarah menghampiriku dan menarikku
keluar. Aku menoleh ka arah Dion. Sial! Mereka mengejekku!
“ Oke gua
makasih banget sama lo ” Sarah berhenti dan menoleh ke arahku
“ Iya sama sama
” sumpah! Benar benar malas. Hari ini sangat melelahkan, padahal masih pagi
“ Gua mau balik
lah, lo ntar kalau ketemu Johan bilangin sama dia ada yang nyariin ” pintanya
“ Di cariin
siapa? ” aku pura pura tidak tahu namanya
“ Duh gua lupa,
kita belum kenalan kan? Gua Sarah ” dia menyodorkan tangannya
“ Aku Adi, gimana
kok gak panggil mas lagi seperti saat kamu mencoba meminjam buku waktu itu? ”
sindirku
“ Sial lah! Lo
rese banget sih. Ingat kita baru kenal ya! ” gerutunya
“ Ingat kita
juga baru kenal, orang yang baru kenal nggak akan seenak jidatnya narik tangan
orang dan di bawa kesana kemari mirip ”
Kulihat dia malu
“ Oke gua minta
maaf ”
“ Kamu masih
punya hutang sama aku, kapan mau certain isi buku yang kamu pinjam halaman 312 ”
Dia menepuk
jidatnya sambil mengaduh. Dia menatapku sebentar dan menjadi agak lama. Dia
lari! Ya! Dia lari!
“ Hei! ”
teriakku
“ Gua mau
nylesein urusan sama Johan, kalau udah selesai gua bakal ceriatin itu buku. Bye! ” dia melambaikan tangan
Aku mendengus
kesal. Benar benar kesal. Pertama Bu Eni, lalu Dion, dan sekarang dia? Sarah!
Aku kembali ke dalam kelas dan menemui Dion. Dasar sialan itu Dion. Kembali aku nyalakan ponselku.
“ Ting!!”
“ Selamat pagi
mas, apakah ini nomornya mas Johan? Saya Sarah dari jurusan pemerintahan. Kalau
mas ada waktu bisakah kita bertemu sebentar? Saya ada perlu dengan anda. Terima
kasih ”
Argggh Sarah
lagi!
Part 3 bisa di baca di sini
Ingin baca versi Sarah? Klik : http://www.farihikmaliyani.com
( BERSAMBUNG KE PART 5 )