Dulu, Kau Tak Seperti Ini dan Aku tak Seperti itu
Thursday, October 05, 2017
“ Ternyata
selain kau tak punya perasaan kau juga tak punya otak ”
Walau tak
memakai tanda “ seru “ tapi aku tak terima dengan kata kata yang menyebutku tak
memiliki otak. Sungguh aku tersulut. Sudah biasa orang lain mengataiku tak
punya perasaan, namun baru kali ini orang menyebutku tak memiliki otak
“ Apa yang kau
katakan? Yang aku lakukan bukanlah suatu kesalahan! Dan juga aku sudah memberitahukan
hal yang sebenarnya kepada orang tuamu ” Sungguh, memikirkan hal itu membuatku ingin meledak, sabarku sudah
habis
Memang,
sebenarnya dalam berkawan harus ada hal hal yang tidak boleh diceritakan kepada
orang lain, walaupun tidak ada aturan yang tertulis akan hal tersebut. Pastilah
tanpa adanya persetujuan sebelumnya, kalian harus paham. Itu hal yang tidak aku
sadari. Dalam hal ini aku mengaku salah
Aku tidak
munafik, sesekali aku pernah menempatkan
seseorang pada situasi yang sulit, meskipun pada saat ini akulah yang ditunjuk
olehnya, penyebab dia berada dalam situasi sulit seperti sekarang ini, pikirnya
mungkin begitu. Makian aku terima dengan baik, mulai dari tidak bisa menjaga
rahasia, tidak bertanggung jawab, tidak punya hati, atau bahkan tidak punya
otak? Oh ya! Mungkin semua ini aku adalah penyebabnya karena aku tak memiliki
otak, masih mending jika aku disebut memiliki otak “ separo ” atau apalah. Namun, tidak memiliki otak begitu kejam.
Atau mungkin itu sebabnya dia di usir dari kontrakan yang ia tempati, karena
aku sering berkunjung ke sana? Sesering apa aku kesana? Entahlah. Bahkan sekali
lagi dia mengungkit
“ Hei, aku tidak
akan tidak akan kena masalah jika itu bukan perbuatanku sendiri ya? ” Sindirnya
Jadi? Itu
perbuatanku? Tidak apa jika itu perbuatanku. Tapi bisakah kau melihat? Jika aku
jabarkan, aku mengunjungimu bahkan tidak setiap sabtu di setiap minggunya.
Bahkan aku tidak pernah tertawa terbahak bahak sampai kucing tetangga sebelah
keguguran. Pernah kau lihat aku tertawa terbahak bahak sampai kucing tetangga
sebelah keguguran. Bahkan bicara ku tak cukup keras dibandingkan rekanmu lainnya.
Aku tak menyalahkan siapapun, namun jika aku yang dianggap membuatmu seperti
ini, maaf? Kalau ku ingat aku tak pernah tertawa terbahak bahak
“ Bahkan ketika
aku pindahan kau kemana ha? Bahkan ketika aku pindahan kau tak ada ”
“ Kau memang tak
tahu terima kasih ya? ” Balasku
Kau yakin aku
berani berkata seperti itu pada perempuan? Ya itu aku. Jelas aku tidak suka
bagaimana dia mengungkin semuanya. Bahkan aku menunggunya dari jam 9 pagi
dimana dia memintaku untuk membantunya untuk berkemas. Bahkan mencarikannya
tempat hunian baru. Bahkan ketika lebih dari 4 jam aku menunggu dia tidak
memberikan kabar. Bukankah itu hal yang cukup tidak etis. Dan sekarang dia
mengungkitku bahwa aku tak membantunya. Ya Tuhan, apakah ketika aku menunggunya
dia sedang tidur di tempat lain?
“ Oke aku
mengucapkan terima kasih. Tapi apakah kau tak merasa bersalah? Kau yang
menyebabkan aku jadi seperti ini ”
Kata “ oke
“ kuartikan sebagai sebuah keterpaksaan.
Tidak terlihat tulus sama sekali.
Semua orang
terdekatku tahu bahwa aku orang yang blak blakan namun percayalah banyak orang
yang mempercayaiku untuk menjaga rahasia mereka. Jika ada yang mengatakan “
Jangan katakana kepada siapapun ” maka akan kusimpan erat erat. Percayalah.
“ Bukankah sejak
awal sudah kukatakan aku harus cerita bagaimana? Namun jawabnmu malah memintaku
menceritakan secara gamblang ”
“ Tapi apa yang
kau katakan membawaku pada masalah ”
“ Bagaimana aku
tahu itu akan menjadi maslaah. Aku pikir kau sudah cerita semuanya dengan orang
tuamu. Itu salahmu yang tidak melarangku mengatakan hal hal yang sekiranya kau
anggap tidak perlu ”
Jika kau tahu,
aku cukup percaya kau sangat dekat dengan orang tuamu, pastilah kau akan
menceritakan segalanya kepada orang tuamu tanpa pengecualian. Aku pikir kita
sama, kita akan menceritakan apapun kepada orang tua kita. Namun aku rasa
salah, padahal pertemanan kita sudah sangat lama ya
“ Bahkan aku
sudah mengatakan semuanya kepada orang tuamu, alasan sebenarnya kenapa kau
seperti ini, bahkan terkait temanmu yang ketiduran aku juga memnbawa namaku di
situ, bukankah jika niatku menjatuhkanmu, aku juga sama jatuhnya bersamamu. Aku
sama jeleknya di mata orang tuamu? Sekarang terserah dirimu mau bagaimana ”
balasku cukup panjang
Centang satu dan
sekejap profilmu berubah menjadi putih, tanpa gambar. Ya, kau memblokirku!
Whatsapp sudah tidak ada gunanya, Line kucoba hasilnya sama, dan instragampun
sama. Sungguh aku muak akan hal hal yang kekanak kanakan, Anjing bukan dirimu?
Begitu yang langsung terpikir dalam diriku dan kutulis pada social media. Pada
akhirnya aku yang ke kanak-kanakan
“ Ibarat gelas, jika teralalu dekat akan tetap pecah
meskipun disenggolkan satu sama lain. Pelanpun akan berdampak sama ”
Aku hanya mengangguk
“ Itu kata bapakku ” sahutnya
Yah, aku
mengingatnya. Aku rasa aku setuju dengan hal tersebut kali ini. Bukankah perkataan
“ orang tua ” biasanya harus dituruti? Sepertinya kali ini memang harus
0 comments