Image Source : Google |
Yang namanya permulaan selalu saja sulit. Bukan mengingat, namun tetap saja
teringat, bahwa pada dasarnya aku memiliki kenangan, dan itu sakit. Pahit. Bagai
berdesakan di jalan yang sempit dan terhimpit, aku harus memulai kembali dari
rasa sakit. Kembali terbit walau tanpa sengaja terungkit atau saja memang
waktunya untuk kembali mengungkit dan bangkit. Tidak, aku tidak mau mengungkit.
Untuk apa kalau sebenarnya kita sama sama tahu, kita sama sama sakit. Menelan pahit.
Bagiku, menulis sama saja dengan mengingat. Mengingat kembali bahwa
disetiap kisah yang aku tulis selalu saja ada dirimu. Mungkin kamu tidak tahu,
bahwa kau menempati ruang istimewa sehingga selalu ada dirimu dalam setiap
tulisanku. Apapun itu. Tulisanku kembali mengingatkan pada dirimu. Kembali menulis
sama saja aku harus siap bahwa aku akan kembali padamu, kembali kepada segala
yang ada padamu. Kembali lagi mencintaimu agar aku mampu. Maampu mengarang
apapun tentang dirimu. Tidak ada yang lain lagi. Hanya kamu, yang selama ini
menarik ketertarikanku. Aku bagimu? Mungkin aku tak menarik bagimu. Tidak ada
salahnya mencoba bukan?
Tapi benarkah? Bolehkah kembali aku mencoba. Mencoba kembali menarik ketertarikanmu.
Mengusahakan segala kesempatan kecil yang masih ada, masih tersisa. Siapa tahu.
Benar bukan. Kembali menarikmu kepada dunia yang aku ciptakan, dunia yang aku
tulis. Hingga tanpa sadar kembali mengingatkanmu akan adanya aku, diriku. Sedikit
saja, itu sangat berarti bagiku. Tidak lebih. Sungguh berharga. Aku kembali
bahagia.
Hanya saja, biarkan aku berharap. Bahwa semesta suatu saat akan
menyempatkanmu membaca tulisanku. Tak apa jika tidak semua. Sebentar saja, aku
tidak mengapa. Aku bahagia. Dan aku berharap kamu bisa bahagia. Dengan atau
tanpa aku dan tulisan – tulisanku
Rembang, 1 Desember 2019
#terserahpadamu