Kulangkahkan kakiku berjalan menyusuri lorong sempit
di pinggiran kota. Sambil memegang payung yang tidak sepenuhnya melindungi tubu
dari hujan. Ya, Hujan di akhir bulan, tenang namun menyisakan kenangan. Kenangan
yang masih membayang bahkan setelah bertahun – tahun berusaa untuk dihilangkan.
Memang benar kata orang, kenangan memang ada untuk di kenang, bukan untuk dihilangkan.
Tetapi, sudah lewat bertahun - tahun bukan? Tapi tetap saja, bayangan tersebut
senantiasa membawaku untuk kembali ke belakang, kembali mengenang.
Pada malam seperti ini, sebenarnya apa yang kau
khawatirkan? Bukankah sudah berlalu? Aku bertanya kembali pada diriku
“ Kenapa aku
mengambil jalan yang salah? “
“ Apakah benar
aku mengambil jalan yang salah? “
Sejujurnya, aku sudah ingin tidak membicarakan hal
hal apapun itu tentangmu, tapi sepertinya tidak mudah. Aku selalu membayangkan
bahwa aku menggenggam tanganmu walau nyatanya aku tidak akan pernah. Membayangkan
aku berjalan bersamamu suatu saat nanti, walau nyatanya sekarang aku berjalan
sendiri. Berharap aku menemanimu sampai tua nanti, namun nyatanya dirimu pergi.
Kembali ataupun tidak dirimu nanti, nyatanya sekarang aku sendiri.
“ Aku pamit ” ucapnya
“ Secepat itu? Bahkan kamu baru saja memberitahuku kemarin ”
“ Mau bagaimana
lagi, keberangkatan ayah dipercepat dan semua dokumen ayah sudah siap ”
“ . . . . . . .
. ”
“ Dan juga,
pihak gereja sudah menunggu kedatangan ayah ” sambungnya
“ Tidak apa –
apa, terimakasih sudah pamit ” sahutku
Kulihat dia berhenti. Berjalan kepadaku dengan wajah
murung. Tidak biasanya dia melihatku dengan ekspresi seperti itu. Aku tersenyum.
“ Tidak apa apa. Apa yang kamu khawatirkan? ” tanyaku
“ Maafkan aku ” pintanya. Kulihat dia seperti akan menangis
“ Semua akan baik – baik saja. Tidak ada yang perlu
disesalkan ” hiburku
Kini aku memeluknya. Biarkan ini menjadi yang
terakhir bagiku, bagi kita. Tidak akan ada lagi yang seperti ini baik denganmu
maupun dengan orang lain. Aku yang menjemputmu dulu, biarkan aku kini yang akan
melepasmu. Lagi pula, melepasmu tak akan membuatku kehilanganmu.
Hujan kembali membawaku pada kenyataan. Bahwa kini
semua sudah berbeda. Hanya kenangan yang tersisa, selebihnya kubiarkan waktu
yang menuntaskannya. Tentangmu akan tetap ada, meskipun aku mencoba untuk
menghapusnya. Biarkan waktu yang berbicara, aku akan mencobanya.
Jika aku ingat kembali sungguh menyedihkan. Nyatanya
aku tidak akan sanggup merebutmu dari Tuhanmu dan aku tak akan mau, begitupun
aku tak mau menghianati Tuhanku. Itu yang terbaik bagimu, begitu bagiku. Langkahku
terhenti, aku mengela nafas panjang. Kembali aku melihat langit yang masih saja
menurunkan hujan. Aku mendongakkan kepala. Merasa bahwa hujan telah mewakili
semua. Membuatku mengingat kembali dirimu, mengerti akan kapasitas diriku yang
sampai kapanpun tak akan pernah bisa bersamamu. Tuhan tidak mengizinkan kita
bersatu, dan kita Tahu.
Kubiarkan air hujan menyapu wajahku, biarkan saja. Aku
tenang dengan keadaan seperti ini. Aku lega bahwa hujan kini menyapu segalanya.
Tentangmu, tentang kita.
Rembang, 30 Oktober 2021
#terserahpadamu