Sorot
lampu menerangi diriku yang berjalan di pinggir jalan sendirian. Lengkap dengan
rembulan yang menemani sepinya malam melewati taman kota. Sejenak diriku
menghentikan langkah, menarik nafas dan menghembuskan nafas pelan sambil
menoleh pada bangku taman di bawah tiang lampu di sudut taman. Teringat kembali
dulu diriku berjalan bersisihan, denganmu di taman kota ini. Lengkap dengan
kemeja putih dan celana jeansmu, sangat jelas terlihat pada malam itu yang
temaram. Wajahmu yang tenang diterpa oleh sinar rembulan, membuatu tidak
mengkhawatirkan apapun pada saat itu. Semua akan baik baik saja. Seperti saat
itu, kita duduk saling berhadapan, tanpa sepatah kata apapun kita tahu bahwa
semua akan baik baik saja. Sedikit senyum, kau sudah membuatku tidak
mengkhawatirkan apapun lagi, sama sekali.
Kita
sudah mengenal sangat lama bukan? Sepertinya begitu. Tapi sepertinya diriku
takut terlalu takut untuk memulai sesuatu. Terlalu nyaman untuk tidak berbuat
sesuatu yang nantinya membuatku kehilangan dirimu, dirimu yang sudah terlalu
lama ada tanpa harus diminta walau tanpa ada rasa di dalamnya. Ingin rasanya
aku berada di posisi laki – laki itu, yang senantiasa melihatmu tersenyum
bahkan sampai matamu hanya terihat segaris. Menggenggam lenganku ketika dirimu
tertawa sampai kepalamu bersandar pada pundakku. Diriku hanya ingin kau
melakukan itu kepadaku, tidak dengan yang lain. Tapi, diriku ini siapa?
Namun,
bukankah aku sudah berusaha untuk menjadi yang terbaik? Setidaknya selalu ada
untukmu. Ketika dirimu sedih, siapa yang akan kau datangi? Ketika kau menangis,
pundak siapa yang kau jadikan tumpuan? Ketika kau mengeluh, telinga siapa yang
kau pinjam. Dan ketika kau terluka, siapa yang pertama memberimu pelukan? Hampir.
Semuanya hampir. Aku hampir menjadi yang terbaik, dan kau mungkin hampir
tertarik. Tapi kembali lagi, mungkin itu hanya diriku yang merasakannya, dan
kau tidak. Tidak ada yang bisa diperbaiki sekarang, karena memang semuanya
hanya hampir, dan tak akan pernah sampai menjadi utuh. Karena diriku tak punya
sesuatu yang pantas agar dirimu bisa melihatku. Menyedihkan bahwa ternyata
selalu ada tidak akan pernah cukup.
Kembali
diriku melangkahkan kaki meninggalkan taman kota. Dengan pikiran yang kembali
datang meski sudah berusaha kuat untuk di buang. Sejenak aku kembali berpikir
tentang apa yang sejak dulu menjadi pikiran dalam diriku
“
Sebenarnya kita ini apa? ”
#terserahpadamu
Rembang, 30 Januari
2022