Yang aku takutkan dari semua hal yang aku lakukan
adalah kehilangan dirimu sebagai temanku yang berharga di sisiku. Semula aku
tak begitu khawatir ketika melihatmu melakukan sesuatu yang tak terbiasa yang
seharusnya tak kau lakukan. Aku berusaha untuk diam dan mendukungmu walau aku
sebenarnya tak mau kau melakukan itu. Dan juga bukan berarti aku melarangmu
untuk menempuh jalanmu sendiri, tapi masih ada jalan lain yang bisa ditempuh
dan bukan jalan seperti itu. Pilihan masih banyak karena yang menciptakan
pilihan itu sendiri adalah kamu. “ ITU ” adalah pilihanmu, tapi aku tak suka
kau memilih itu.
Pilihan bukan berarti
memilih sesuatu yang bagus. Pilihan yang bagus adalah memilih sesuatu yang
kecil dimatamu dan membuat pilihan kecil itu menjadi hal yang besar, membuat
sesuatu yang indah di akhir dan itu adalah hal yang berharga dalam sebuah
pilihan. Menentukan pilihan tak seperti menumpuk angan sampai tinggi, tetapi
apa tindakan mu dalam menghadapi setiap permasalahan. Apapun kondisinya. Kau
lah yang memilih “ ITU ” sebagai pelengkap dalam hidupmu untuk saat ini. Kau lah yang
memutuskan untuk tetap bertahan dengan pilihanmu. Aku peduli padamu, tapi aku
akan membiarkanmu pada akhir cerita yang kau mulai sendiriI am not a dreamer just because I have some of dream. Buat I’m just a people that will make that dream come true. Whatever people say .
Cinta yang tertulis dalam sejarah
akan terasa berbeda dengan cinta yang akan terlihatdi masa depan. Cinta yang
tertuang dalam selembar kertas akan berbeda dengan kenyataan yang akan
kenyataan yang ada. Semua yang tertulis akan terasa manis. Tahukah kamu, bahwa
pahit telah tersimpan dalam tulisan tulisan yang indah. Soal perasaan manusia
telah mengalami kecanduan dalam menanggapi cinta. Cinta, walau dipaksakan untuk
membuka hati seseorang, hati itu tak akan terbuka. Hati yang telah mati karena
cinta, yang telah sakit karena cinta akan selamanya mati dalam cinta. Hanya
perasaan sayang dari orang baru lah dan bukan cinta yang akan membuka hati
tersebut. Dalam sebuah gelombang besar, nahkoda kapal perasaan akan sampai ke
sebuah pulau baru, tak selamanya nahkoda perasaan akan terombang ambing dalam
lautan. Hati dan perasaan lah yang akan menuntunnya ke sebuah pulau tambatan
yang baru, yaitu kamu. Hatimu tidak akan bisa dilukai oleh siapapun. Karena
hatimu adalah penerang nahkoda perasaan yang menuntunnya kepadamu.
Terima Kasih . .
Kau mau mengenalku pada awal kita saling bertemu . .
Terima Kasih . .
Kau telah menjadi kakiku . .
Kaki yang menuntunku ke arah yang belum pernah aku tempuh . .
Terima Kasih . .
Kau telah menjadi mataku . .
Mata yang aku gunakan untuk melihat kedepan . .
Jauh menembus segala asa dan penat . .
Terima Kasih . .
Kau telah manjadi hatiku ..
Hati yang aku gunakan untuk meniatkan diriku. .
Meniatkan diriku untuk menjagamu . . melindungi perasaanmu . .
Kau adalah telah menjadi tumpuanku . .
Mampukah kau menjadi milikku?
Oleh : Wahyu I.R
Kau mau mengenalku pada awal kita saling bertemu . .
Terima Kasih . .
Kau telah menjadi kakiku . .
Kaki yang menuntunku ke arah yang belum pernah aku tempuh . .
Terima Kasih . .
Kau telah menjadi mataku . .
Mata yang aku gunakan untuk melihat kedepan . .
Jauh menembus segala asa dan penat . .
Terima Kasih . .
Kau telah manjadi hatiku ..
Hati yang aku gunakan untuk meniatkan diriku. .
Meniatkan diriku untuk menjagamu . . melindungi perasaanmu . .
Kau adalah telah menjadi tumpuanku . .
Mampukah kau menjadi milikku?
Oleh : Wahyu I.R
Kuncup itu telah gugur
Luruh sebelum berbunga
Tetapi ….
Dia gugur untuk menjadi pupuk kehidupan
Bagi alam sekitarnya….
Ari meniup kelima batang lilin
di atas kue ulang tahunnya dengan kuat. Hanya empat lilin yang padam, sedangkan
lilin yang lain masih menyalakan api yang bergoyang-goyang menantang.
Belum sempat ari meniup, angin
menerobos masuk menghempaskan pintu dan mendahului memadamkan api lilin yang
terakhir. Bebarengan dengan halilintar, menggelegar membelah udara. Memutuskan
aliran listrik. Gelap langsung menyergap, dan Ari menjerit ketakutan.
Cepat-cepat Dewi sang ibu meraihnya, sementara ayahnya menutup pintu. Seberkas
cahaya dari lilin menerangi paras Ari yang pucat pasi. Matanya membelalak
ketakutan. Ayah dan ibunya mencoba menghibur, mengingatkan Ari pada sesuatu
yang diminta saat ulang tahun. Ari pun kembali tersenyum, menggugat apa yang di
inginkannya. Ari ingin sepeda. Sepeda yang ada boncengannya supaya Pinta dapat
ikut membonceng.
Pinta adalah teman Ari, anak
perempuan yatim piatu yang tinggal di rumah sebelah. Teman bermain Ari. Umurnya
sekitar 4 tahun. Tubuhnya kecil dari tubuh Ari. Kurus kering, kotor tak pernah
memakai sandal apalagi sepatu. Sebenarnya Dewi tak ingin anaknya berteman
dengan Pinta. Tapi ada satu alasan yang menyebabkan Dewi tidak tega melarang
Ari bermain dengan Pinta, “Pinta anak yatim piatu, dia buta”.
Satu hal benar yang pernah
dikatakan Kris, anak memang tidak dapat dibandingkan dengan kebahagiaan mereka.
Tidak ada satupun yang dapat ditukar dengan pernikahan ini. Dewipun juga tahu,
Kris berdusta jika dia mengatakan tidak mengharapkan seorang anak. Setelah
bertahun-tahun kemanisan cinta mereka mulai memudar, mereka sama-sama
mengharapkan sesuatu yang lain. Seutas tali pengikat yang kuat. Mungkin bahkan
lebih kuat dari tali cinta mereka. Anak! Pupuk penyubur pohon perkawinan
mereka. Itulah yang tak pernah mereka miliki sampai usia perkawinan mereka yang
kedelapan.
Keluarga dari orang tua Dewi
dan orang tua Kris bermusuhan. Malangnya, cinta justru tumbuh diantara
anak-anak mereka. Kris jatuh cinta terhadap Dewi, putri pak Prawoto orang yang
dibenci oleh keluarga ayah Kris. Cinta memang sudah lama tumbuh diantara Kris
dan Dewi. Dulu tak ada rintangan dalam kehidupan mereka. Apalagi kedua abang
mereka, Tato dan Hadi bersahabat sejak kecil.
Hari-hari berlalu semenjak Ari
ulang tahun. Saat Dewi masuk kamar Ari, Dewi pun hampir tak percaya pada
pengelihatannya. Sarung bantal Ari memerah. Merah sekali. Darah!!! Dewi pun
berteriak memanggil Kris. Ketika Kris menerobos masuk, Ari muntah. Muntahnya
menyemprot tanpa permisi lagi. Dan Ari menangis makin hebat. Kris berusaha
mengambil Ari dari gendongan Dewi. Tapi Ari makin kuat melekat pada ibunya. Ari
pun dibawa ke rumah sakit. Setelah diperiksa, dokter menyarankan agar Ari
dirawat di rumah sakit.
Ternyata setelah beberapa kali
pemeriksaan sampai ke Jakarta, penyakit Ari pun akhirnya diketahui. Ada
benjolan sebesar biji jagung yang tumbuh di otaknya. Air matapun keluar dari
mata Dewi. Dewi menangisi anaknya yang masih belum sadar.
Tuhan memang maha adil,
dibalik musibah selalu ada hikmah. Sekian puluh tahun keluarga Kris tidak
merestui hubungan mereka berdua, tetapi setelah kedua orang tua Kris mengetahui
bahwa Ari sakit, hubungan mereka semua semakin membaik. Perlahan tetapi pasti,
dendam dalam hati kedua orang tua Kris mulai luruh. Setibanya Ari dari Jakarta,
hampir setiap hari Ari dijemput orang tua Kris setelah pulang sekolah. Ari
senang sekali bisa bertemu kakek dan neneknya. Walaupun kakek Ari terlihat
galak, tetapi sebenarnya sangat sayang terhadap Ari. Mereka bercerita, bercanda
sambil memberi makan burung peliharaan sang kakek. Ari sering memijati kaki
kakeknya, karena sang kakek sering sakit-sakitan sekarang. Mungkin karena Ari
terlalu lelah bermain ke rumah kakeknya, Ari akhirnya jatuh sakit lagi. Kali
ini lebih parah. Ari terpaksa dirawat di rumah sakit di Jakarta karena benjolan
itu ternyata diketahui sebagai Kanker otak.
Sekian lama Ari dirawat di
Jakarta, tak urung membuat semua orang sedih karena tidak dapat mendengar canda
tawa Ari yang menggemaskan, terutama Pinta. Dia termasuk orang yang paling
merasa sedih karena sudah lama tidak bisa bermain dengan Ari. Pinta sangat
merindukan Ari. Ingin sekali dia menjenguk Ari ke Jakarta dan menghiburnya.
Tetapi dia tidak tahu harus kemana untuk bertemu Ari dengan kedua matanya yang
buta. Pinta hanya bisa berdoa agar Ari cepat pulang dan bisa bermain lagi
dengannya.
Tiba-tiba ada telepon dari
keluarga suaminya. Ternyata dari mertua perempuannya. Setelah pembicaraan itu,
Dewi pun memanggil Kris sambil menangis mengabarkan bahwa ayahnya telah
meninggal dunia. Kris pun menangis setelah mengetahui bahwa ayahnya telah
meninggal. Setelah beberapa tahun ayahnya tidak merestui hubungannya dengan
Dewi, baru saja kemarin dia meminta maaf kepada ayahnya, belum sempat dia
merasakan hari-hari bahagia bersama ayahnya, sang ayah telah berpulang kepada
yang kuasa.
Disuatu malam, Pinta diajak
Kris untuk menjenguk Ari karena mereka tahu bahwa Ari juga merindukan Pinta.
Rumah sakit sudah mulai sepi. Disebuah lorong rumah sakit yang gelap, seorang
anak kecil berdoa seraya menengadahkan kedua tangannya
“Tiap malam Pinta minta
agar Pinta bisa melihat kembali. Tetapi sekarang Pinta ingin minta yang lain.
Kalau Tuhan Cuma mau mengabulkan 1 permintaan saja, kabulkanlah permintaan
Pinta! Jangan permintaan Ari! Ari selalu berdoa supaya Pinta bisa melihat lagi.
Buta terus juga tidak apa-apa, sama saja! Tapi Ari biasanya bisa melihat, bisa
ngomong, bisa tertawa, bisa bercerita. Tolong Tuhan, suruh Ari bangun!!!”.
Air matapun mengalir dari mata
Dewi yang dari tadi memperhatikan dari luar kamar Ari. Dewi menyadari betapa
tulusnya mereka menghargai sebuah persahabatan. Pagi hari, Dewi membangunkan
Ari. Tapi Ari tak kunjung bangun. Dewi berusaha membangunkan Ari, tapi percuma,
Ari tak bangun juga. Kris pun tiba, Kris berdebar ketika melihat anaknya tak
kunjung bangun.
Sesaat pelupuk mata Ari
terbuka. Dia seperti menatap ayahnya. Lalu bola matanya terbalik ke atas.
Kemudian kehilangan sinarnya. Nafasnya berhenti bersamaan dengan denyut jantung
dan nadinya. Dewi mencium bibir Ari yang masih terasa hangat. Dibelainya wajah
Ari dengan penuh kasih sayang. Lalu dia menelungkup di atas tubuh Arid dan
menangis tersedu-sedu. Kris masih menggenggam tangan Ari sambil menangis ketika
Pinta muncul dari pintu. Dalam kegugupannya bergegas menemui Ari karena takut
terlambat, Kris telah melupakan Pinta.
Anak itu tertinggal di pintu
gerbang. Entah bagaimana gadis kecil itu dapat menemukan kamar Ari. Tersayat
hati Kris membayangkan bagaimana gadis itu dapat kesini. Pinta menggenggam
tangan Ari dengan kuat. Dipanggilnya nama Ari berulang-ulang. Tapi Ari tak
kunjung bangun juga. Pinta mulai menangis “ Pinta nggak mau apa-apa dari ari.
Pinta mau Ari bangun Ri…!!! Bangun!!!”
Kris menyentuh bahu Pinta yang
masih menangis tersedu-sedu, dan berkata pada dokter “ada yang masih bisa kita
lakukan untuk Ari dok, kalau kornea mata Ari masih bagus maukah dokter menolong
saya, memberitahukan apa yang harus saya lakukan supaya dapat mewariskan kornea
Ari untuk anak ini?”.
Pinta memang memperoleh
penglihatannya kembali. Tetapi impiannya untuk melihat wajah Ari sahabatnya
bila dia bisa melihat kembali, tidak pernah terwujud. Dia hanya bisas melihat
foto Ari dan melihat batu nisannya. Ari telah pergi jauh. Entah kapan mereka
dapat bertemu kembali. Sekarang, Pinta sudah dapat melihat mega-mega yang
berarak di langit. Dan setiap kali Pinta melihat awan-awan itu, dia tak pernah
lupa menitipkan pesan untuk Ari “kalau Pinta kangen sama Ari, bilang saja sama
awan itu. Dia berjalan terus. Dia pasti lewat di tempat Ari”.
Dan Pinta percaya, awan-awan
itu pasti akan menyampaikan pesannya pada sahabatnya itu.