Jarak

Sunday, December 30, 2018

Image Source :  Google


Hujan, tidak seperti hari ini tepat pada satu tahun sebelumnya. Tiga puluh Desember tepat satu tahun yang lalu. Ketika diri masih tak bisa berdamai apalagi hati, ketika seseorang pergi dari diri dan tak tahu apakah dia akan kembali lagi. Mencoba mencari pegangan diri, tapi tak akan pernah aku jumpai lagi. Tidak, tidak akan aku jumpai lagi.  Untuk sementara sampai aku berdamai. Sudahkah aku berdamai? Oh salah, mungkin pertanyaannya harus diganti. Bisakah aku berdamai? Berdamai atau tidak nantinya, itu hanya soal waktu. Bukan karena aku mau, bukan karena aku harus. Bukankah akan indah jika berdamai pada waktu yang tepat?

Kita memang tidak bisa mengekalkan  yang namanya sebuah pertemuan. Dosa bagi seseorang yang mengharapkan akan kekalnya sesuatu. Tapi seharusnya dulu aku berfikir dan memohon kepada Tuhan, mungkin tidak untuk mengekalkan sebuah pertemuan karena aku tahu semua tercipta sepasang, termasuk sebuah pertemuan dan perpisahan. Aku hanya ingin meminta untuk menetap lebih lama, melonggarkan waktu sebuah pertemuan, jika aku bisa . . . itu yang akan aku lakukan dulu. Nyatanya? Terlambat, waktu tak bisa diubah kesempatan tak bisa di ulang. Kadang, sesuatu memang ada hanya untuk . . . yah terserah

Jarak sebenarnya tidak ada. Itu hanya alasan. Dan itu alasan yang selalu aku agung agungkan. Tapi nyatanya memang jarak membuat semuanya berbeda. Walau sebenarnya aku menentang konsep jarak, meski aku menyangkal eksistensi jarak. Nyatanya jarak adalah segalanya. Rindu tak sampai karena jarak dan segalanya terjadi karena jarak yang memisahkan. Sebenarnya bukan jarak yang menjadi masalah, aku yakin kamu tahu, kita tahu jarak tipis yang membedakan kita. Bukan jarak ketika aku lulus sekolah menengah kamu masuk sekolah menengah, bukan jarak ketika aku kota ini kamu di kota lain, tapi aku yakin tak perlu dikatakan, sepertinya kau sudah tau apa yang tak pernah bisa aku katakan. 

Percayalah, bahwa kita pernah saling percaya, kita pernah saling terbuka, kita pernah saling menerima, kita saling bersama. Bahwa kita pernah saling mengharap, tapi sekali lagi. Harapan tidak selalu “ Mengubah jalan hidup ”. sebuah pesan untukmu, tidak ada lagi yang bisa aku katakan. Bahwa kau luar biasa, kau sudah pernah bertahan walau sakit selalu kau tahan, walau keluh tak pernah kau ungkapkan, dan tangis tak pernah kau perlihatkan. Dan kau, satu satunya yang pernah aku perjuangkan sekaligus aku pertahankan walau sejak awal aku sudah terpatahkan. Terima kasih, dan maaf jika aku selalu merindukanmu. Bahagialah selalu walau bukan denganku.  

You Might Also Like

6 comments

  1. Rimanya asoooooy. Ena bacanya :D ehehe. Salam kenal, yak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal juga :D terimakasih sudah mampir :D

      Delete
  2. Deep. As always. Selalu bikin pen balik sini tiap nge up. Cool mas !

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah author cerita ternama di storial mampir nih, terus menulis yaa, terima kasih sudah mampir hanna :D

      Delete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Followers

Total Pageviews

Translate