Image Source : Google |
Pagi kini
kembali. Sepi bukan karena merasa sendiri. Hanya saja kini tak sama lagi. Kembali
menepi, meresapi, dan menggali kembali memori yang sudah lama disusun rapi
sehingga kini mati terpatri. Tak akan bisa pergi tak akan bisa diulang kembali.
Kamu yang dulu membuatnya tersusun rapi, kini tak ada lagi. Pergi. Dan kini,
semua hanya bisa aku nikmati, sendiri. Tanpa kamu yang ada di sini. Tak lagi,
tak lagi ada yang menemani.
Ingin sekali
memelukmu sebelum pergi. Dengan erat, sampai aku merasa bahwa kau adalah
milikku seorang. Tak ada orang lain. Merasakan bahwa aku bisa memilikimu
seutuhnya. Tanpa syarat, tanpa menuntut balasan. Cukup, biar aku yang
merasakan. Kamu tidak perlu jika tidak mau. Atau seperti ini, aku berpura –
pura diam saja duduk di kursi pojok sana. Menunggu. Sampai aku terkantuk dan
mungkin saja aku terjatuh sehingga kamu menghampiriku dan memberikan pangkuan
yang nyaman. Ah sungguh liar. Tidak tidak
Terlalu lama
kita bersama. Tanpa kata seharusnya kita paham semuanya. Nyatanya. Tidak. Aku hanya
terlalu berasumsi bahwa dengan berdiam diri saja semuanya akan baik baik saja. Sesuai
rencana tanpa kendala. Tidak, sekali lagi tidak. Aku hanya terlalu berharap. Sesuatu
yang seharusnya tidak aku lakukan.
“ Apa aku bisa mempercayaimu? ” kenangku
“ Tenang saja, aku laki laki yang keras kepala. Aku akan
menunggumu ” sahutku
Membuatku menunggu,
sangat lama. Bahagiakah kamu? Lelah rasanya harus berjuang sendirian, sedangkan
kamu bahagia dengan orang lain. Ingatkah kamu ketika kamu meminta kepastian? Sudah
kuberikan. Balasan? Tak pernah kudapatkan. Menyalahkan keadaan? Tidak. Hanya saja
mungkin aku salah mengartikan kebaikan. Mengartikan semua kebaikan yang kamu
berikan. Mungkin saja memelukmu akan menjadi angan. Tak dihiraukan,
ditinggalkan dan akan selalu menjadi kenangan. Bukan begitu?
Rembang, 24 Oktober
2020
#terserahpadamu