AFTER

Tuesday, August 23, 2016

AFTER



Chapter One

“ Wish ”

Hamba Tuhan memang selalu berharap
Kuncup akan selalu berharap untuk merekah
Ketika harus Luruh sebelum merekah . . .
Bukankah Tuhan merencanakan hal yang lebih baik?
Luruh dan menjadi penghidup bagi sekitanya

            Remang cahaya menerangi sudut ruang yang tak begitu besar, namun cukup luang untuk malam ini. Dingin angin malam perlahan masuk menerobos jendela yang menganga di tepian ruang yang seakan membawa khayalan kian pasti. Tak seperti biasanya, mala mini begitu dingin. Terlihat dari jendela yang menganga bahwa rembulan kini tertutup mega, mega atau mendung? Aku tak yakin. Bahkan bulan yang akhir akhir ini selalu menyapa malam tidak tidak mampu menerobos pekatnya malam. Dedaunan dari pohon palem di samping rumah terlihat melambai lambai memperlihatkan lekuk tubuhnya kepada siapa saja yang menatapnya waktu itu. Seakan menggoda bagai gadis yang jarang dijamah. Berberapa daun menyerah untuk menggoda dan gugur jatuh tersungkur di atas tanah karena kuatnya angin yang berhembus, bahkan berberapa bunga luruh sebelum ia sempat merekah. Di dalam ruangan dengan dinding berwarna merah jambu tersbut, terletak kue ulang tahun kecil di atas meja. Tidak mewah memang, hanya berhiaskan berberapa motif warna warni dengan berberapa hiasan pohon dan burung kecil di atasnya. Tak lupa juga dengan berberapa lilin kecil yang selalu menghiasi kue ulang tahun dimanapun itu.

            “ Ayo tiup lilinnya sayang ”  Dewi memegang kedua pundak Indra sambil tersenyum memandangi anaknya yang begitu bahagia pada hari ini. Tidak seperti biasanya putranya begitu terlihat bahagia, seperti tidak nampak dalam perayaan ulang tahun sebelum sebelumnya. Indra memonyongkan mulutnya, sepertinya dia berisap meniup lilin yang ada di depannya. Indra meniup ke enam batang lilin yang ada di depannya dengan kuat. Hanya 4 lilin yang padam, sedangkan lilin yang masih menyala menampakkan api yang begitu menantang bergoyang tak tentu arah. Belum sempat Indra meniup sisa lilin lilin yang ada, angin menyeruak masuk memadamkan lilin yang ada, membanting keras daun jendela dan membuatnya membuka dan menutup sangat cepat. Bebarengan dengan kilatan cahaya dan halilintar yang sangat keras menyusul setelahnya, listrik rumah padam dan gelapun menyergap masuk kedalam ruangan. Indra menjerit ketakutan dan segera Dewi meraih dan memeluk erat erat putra semata wayangnya. Seberkas cahaya dari kilat menampakkan wajah Indra yang begitu pucat pasi, matanya membelalak. Terlihat ketakutan terpancar dari matanya.  Segera Dewi menghibur Indra, mengingatkan apa yang dia minta kepada di hari ulang tahunnya. Indra kembali tersenyum merespon apa yang dikatakan oleh ibunya.

“ Sepeda! ” suara lantang keluar dari mulut mungil Indra. Ya, Indra sangat menginginkan sepeda. Sepeda mungil yang sering nampang di iklan televise. Sepeda warna merah dengan boncengan di belakangnya. Entah mengapa Indra menginginkan sepeda yang meliki boncengan. Siapa yang akan dia beri tumpangan? Atau jangan jangan Indra begitu mengingkan seorang adik. Itu mustahil, karena kini Dewi tinggal dan merawat sendiri Indra setelah Rizal sang suami pergi meninggalkan Dewi dan memilih wanita lain. Sakit memang, karena memang masih ada cinta di dalamnya. Namun Indra, satu satunya putra yang menguatkannya. Dewi mengusap kepala Indra yang berada dalam pelukannya, matanya berbinar menatap wajah Dewi dengan senyum yang begitu menggoda, kemudian digandenglah tangan Indra menaiki tangga menuju lantai dua, tentu saja kamar Indra. Dibukanya pintu kamar Indra, ternyata listrik sudah kembali menyala. Indra berlari menuju gundukan benda yang ada di dalam kamarnya. Indra melompat lompat kecil sambil menunjuk benda yang dia maksud. Dewi menghampiri Indra dan membuka tudung benda tersebut. Indra berteriak histeris mengetahui ia telah dibelikan ibunya sepeda.

“ Mamah, mamah membelikan aku sepeda? ” seru Indra

“ Iya sayang, bukankah kamu sangat menginginkannya. Itu benda yang selalu kamu tunjuk di televise kan? ” jawab dewi dengan senyum sambil mecubit kecil pipi anaknya

“ Mamah baik deh sama Indra, Indra sangat sayang mama ”

Indra berlari menubruk tubuh ibunya yang ada di sebrang sepeda, memeluk erat tubuh sang ibu membenamkan wajahnya kedalam tubuh Dewi. Malam ini pasti Indra mimpi dengan indah 

Bersambung . . .

You Might Also Like

2 comments

  1. Bagus mam, hehe lanjut gan. Semangat! ¡
    Meski masih beberapa typo, bisa dikoreksi lagi kedepan. 😊😊

    ReplyDelete

Followers

Total Pageviews

Translate