Biarlah . . .
Sunday, August 14, 2016
" Sampai jumpa lagi, semoga
kau mendapatkan yang terbaik . . . "
Malam begitu gelap dan
hujanpun begitu dingin. Tak ada bintang tak ada rembulan, bahkan cakrawala berhasil
menutupi semua, semua tanpa sisa. Kelam? Bukan. Sendu? Iya. Sendiri menatap
jalan lurus gelap yang ada di depan. Entah kenapa jalan begitu tidak
bersahabat, terjal dan licin. Sedikit lamunan saja dapat membuatmu jatuh. Jatuh
dalam arti yang sesungguhnya. Hujan memang sudah reda, namun dingin masih saja
menusuk relung. Tetes tetes kecil sisa air hujan masih saja berjatuhan dari
dedaunan yang melambai lambai diterpa angin malam yang tentu saja menambah
dinginnya malam. Masih berada dalam barisan yang hendak turun dari gunung,
melihat ke depan pun belum ada tanda tanda sampai ke tempat istirahat. Entah mengapa
malam ini sepi menghampiriku meski ada begitu banyak orang disini. Ada sesuatu
yang sedang aku pikirkan, tapi apa? Aku begitu linglung ketika mencoba
mengingatnya. Entah berapa lama aku menyusuri jalan yang terjal dan licin ini,
satu jam? Dua jam? Mungkin
Suasana begitu berbeda
ketika aku menginjakkan kaki di lereng pos 1, tempat pertama ketika aku datang
ke tempat ini. Ramai memang, tapi kenapa aku masih merasa sepi dan sendiri. Orang
begitu banyak yang belalu lalang, namun tetap saja tak ada yang bisa mengubah
suasana. Kelihatan semua orang dalam rombongan begitu lelah, termasuk juga aku.
“ TING! ” tiba tiba handphone ku
berbunyi. Aku bahkan lupa bahwa aku membawa telepon genggam, karena terakhir
kali aku mengecek jaringan disini NIHIL. Entah kenapa tiba tiba telephone
genggamku berbunyi. Aku merogoh saku samping kiri jaketku dan mencoba membuka
apa pesan yang ada didalamnya. Aku harap bukan operator.
Memang bukan, tebakan
salah. Pesan yang tertera dalam layar telepon genggam ku ternyata dari
seseorang. Memang bukan siapa siapa tapi aku menyimpan rasa padanya.
“ Mas, aku pamit dulu ya? Besok aku mau ke Jakarta. Kuliah sudah mulai
masa orientasinya ” ungkapnya
Benar saja, serasa ada
yang mengganjal dalam hati bahwa aku lupa akan sesuatu, dan pesan barusan
mengingatkanku. Memang sebelumnya dia telah mengirim pesan bahwa dia akan
berangkat ke Jakarta ada minggu ini. Bisa bisanya aku sampai lupa, apalagi
pesan yang tertera menunjukkan berberapa jam sebelum pesan itu masuk. Ternyata ini
yang mengganjal.
“ Sial ” Pekikku pelan. Ternyata teman disebelahku mendengar
ucapanku. Aku mencoba menjelaskan kepadanya bahwa tidak ada apa apa dan tidak
ada yang perlu dirisaukan
Bagaimana tidak ada masalah,
jelas ini masalah bagiku. Entah kenapa begitu aku ingin mambalas pesannya,
jaringan hilang total. Bahkan satu bar jaringan pun tidak ada. Sungguh sial. Aku
kembali diam, benar benar diam, mungkin lebih tepatnya gusar. Aku kembali
mengingat jauh saat aku pertama kali mengenal sampai sekarang ini. Lucu memang,
namun aku tidak pernah mendapatkannya. Aku hamper mendapatkannya namun aku
terlalu pengecut. Aku tipe orang yang menyukai dalam diam, dan terluka dalam
diam pula. Dia tipe wanita yang terkenal di sekolah dulu, sedangkan aku laki
laki berkacamata yang bahkan tidak memikat dan menarik bagi wanita siapapun. Bisa
dibilang beruntung aku mengenal dia. Dia membuatku bahagia walau aku diam, dan
dia membuatku sedih saat aku mencoba tertawa. Dia, pernah menjadi segalanya dan
berusaha aku jadikan segalanya untuk selama mungkin
Aku mencoba meminta
rombongan untuk segera kembali ke penginapan dengan alasan yang kubuat
seadanya, semampu otak mencerna dalam keadaan yang tidak mendukung suasana. Tanpa
Tanya mengapa atau mungkin sudah sama sama lelah dan malam sudah semakin
dingin, atau kantuk yang mulai menampar keras, kami kembali. Padahal aku hanya
berusaha membalas pesannya sesegera mungkin.
“ Iya hati hati ya? Jaga
diri disana ya. Maaf baru ada sinyal “
Entah kenapa pesan itu sampai sekarang
tak berbaalas. Mungkin aku yang salah karena membalasnya terlalu larut. Setidaknya
aku bahagia dia pamit, bahwa komunikasi masih berjalan dengan baik. Suatu saat
dia akan mendapatkan seseorang yang pantas. Bukan, melainkan benar benar
pantas. Cinta atau sayang atau apalah aku tidak pernah tau apa definisi yang
sebenarnya tentang ini. Namun dari sini aku belajar, bahwa cinta tidak harus
memiliki, dan tidak akan pernah ada kata patah hati karena cinta. Karena patah
hati adalah ia yang tak ikhlas melepas dia pergi. Dan itu lebih tepat disebut
pilihan, pilihan bahwa membiarkanmu dengan pilihan mu suatu saat nanti adalah
hal yang tepat. Benar benar tepat
Wonosobo, 6 Agustus 2016
0 comments