Image Source : Google |
Hujan,
tidak seperti hari ini tepat pada satu tahun sebelumnya. Tiga puluh Desember
tepat satu tahun yang lalu. Ketika diri masih tak bisa berdamai apalagi hati,
ketika seseorang pergi dari diri dan tak tahu apakah dia akan kembali lagi.
Mencoba mencari pegangan diri, tapi tak akan pernah aku jumpai lagi. Tidak,
tidak akan aku jumpai lagi. Untuk sementara sampai aku berdamai. Sudahkah aku berdamai? Oh salah, mungkin pertanyaannya
harus diganti. Bisakah aku berdamai? Berdamai atau tidak nantinya, itu hanya
soal waktu. Bukan karena aku mau, bukan karena aku harus. Bukankah akan indah
jika berdamai pada waktu yang tepat?
Kita
memang tidak bisa mengekalkan yang namanya sebuah pertemuan. Dosa
bagi seseorang yang mengharapkan akan kekalnya sesuatu. Tapi seharusnya dulu
aku berfikir dan memohon kepada Tuhan, mungkin tidak untuk mengekalkan sebuah
pertemuan karena aku tahu semua tercipta sepasang, termasuk sebuah pertemuan
dan perpisahan. Aku hanya ingin meminta untuk menetap lebih lama, melonggarkan
waktu sebuah pertemuan, jika aku bisa . . . itu yang akan aku lakukan dulu.
Nyatanya? Terlambat, waktu tak bisa diubah kesempatan tak bisa di ulang.
Kadang, sesuatu memang ada hanya untuk . . . yah terserah
Jarak
sebenarnya tidak ada. Itu hanya alasan. Dan itu alasan yang selalu aku agung
agungkan. Tapi nyatanya memang jarak membuat semuanya berbeda. Walau sebenarnya
aku menentang konsep jarak, meski aku menyangkal eksistensi jarak. Nyatanya
jarak adalah segalanya. Rindu tak sampai karena jarak dan segalanya terjadi
karena jarak yang memisahkan. Sebenarnya bukan jarak yang menjadi masalah, aku
yakin kamu tahu, kita tahu jarak tipis yang membedakan kita. Bukan jarak ketika
aku lulus sekolah menengah kamu masuk sekolah menengah, bukan jarak ketika aku
kota ini kamu di kota lain, tapi aku yakin tak perlu dikatakan, sepertinya kau
sudah tau apa yang tak pernah bisa aku katakan.
Percayalah,
bahwa kita pernah saling percaya, kita pernah saling terbuka, kita pernah
saling menerima, kita saling bersama. Bahwa kita pernah saling mengharap, tapi
sekali lagi. Harapan tidak selalu “ Mengubah jalan hidup ”. sebuah pesan
untukmu, tidak ada lagi yang bisa aku katakan. Bahwa kau luar biasa, kau sudah
pernah bertahan walau sakit selalu kau tahan, walau keluh tak pernah kau
ungkapkan, dan tangis tak pernah kau perlihatkan. Dan kau, satu satunya yang
pernah aku perjuangkan sekaligus aku pertahankan walau sejak awal aku sudah
terpatahkan. Terima kasih, dan maaf jika aku selalu merindukanmu. Bahagialah selalu
walau bukan denganku.