Mungkin
aku mengerti, sepenuhnya . . .
Mungkin
. . .
Taoi
sepertinya tidak
Aku
mengerti bahwa segalanya telah berubah. Sekarang. Semuanya? Benar semuanya. Namun
mengapa aku masih merasa bahwa aku masih dalam tahapan tidak mengerti, atau
tidak mau mengerti mengapa aku kecewa pada pilihan yang kita sepakati. Sepakati?
Kita? Benarkah kita pernah pada tahapan sepakat? Bahkan aku berpikir benarkah
itu sebuah pilihan? Bukankah kita tidak pernah berhadapan dengan sebuah
pilihan? Atau pilihan yang sebenarnya sengaja kita lewatkan?
Aku
mengerti bahwa kamu Lelah. Namun aku tidak mengerti mengapa kamu tidak berusaha
lebih. Maaf. Sekali lagi maaf, akulah yang salah. Aku mengerti. Maaf aku selalu
menyalahkan dirimu yang nyatanya bahwa dirikulah yang salah. Aku selalu
menyalahkan dirimu karena kamu tidak berusaha lebih sedangkan aku sendiri hanya
diam, berkelut dengan pikiranku sendiri, tanpa gerak tanpa usaha, tidak seperti
dirimu. Maaf dulu aku tidak berani, bahkan sampai sekarang. Dan aku
menyesalinya. Kamu pergi selamanya, masih ada namun tak akan pernah dapat digapai.
Aku
mengerti mengapa pada akhirnya kita berakhir. Kamu menyerah dengan segalanya,
akupun sama meski tanpa menyadarinya. Berakhir? Benarkah? Bahkan kita tidak
sempat memulainya. Berakhir tanpa sebab. Berakhir tanpa komunikasi yang
berjalan dengan baik. Benar, aku menyesal akan hal tersebut. Andai saja kita
mampu berkomunikasi dengan baik, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi. Andai saja diriku berani, ceritanya akan berbeda
tentunya. Aku mengerti bahwa semuanya telah berakhir, tapi mengapa aku masih
merasakan cinta pada sorot matamu, sikapmu. Matamu menampakkan cinta sekaligus
duka
Aku mengerti dirimu. Tapi aku tidak mengerti mengapa
kita tidak menjadikan hubungan kita sebagai alasan untuk kita berjuang lebih,
bersama – sama. Saling mengingatkan. Berjuang untuk aku
dan kamu. Kita. Maaf, aku Kembali menyalahkanmu hanya karena akum alu mengakui
bahwa aku tidaklah mampu berjuang.
Aku mnegerti bahwa kamu mencintaiku. Aku mengerti
betapa besarnya cintamu, tanpa kamu berucap. Aku mengerti. Tapi mengapa kamu
dengan mudahnya melepaskan semuanya. Maaf, pasti tidak mudah bagimu
bukan? Bahkan pada saat ini sampai detik Dimana dirimu bersanding dengan lelaki
lain. Maaf telah membuatmu tersiksa
dengan segala apa yang terjadi, dengan segala ketidakmampuanku. Yang kamu
pendam sendiri. Aku mengerti, percayalah padauk, walaupun akhirnya semua telah
terlambat. Namun aku masih tidak mengerti mengapa akun masih menyangkal
semuanya dengan berat hati, mengelak dan tentu saja tidak mau menerimanya. Menerima
bahwa semua telah berakhir.
Sekarang
aku mengerti arti pesan singkat yang kamu kirimkan kepadaku tertanggal 23
desember 2023. Kamu bilang
aku sedih. Aku bertanya mengapa namun kamu tidak membalasnya. Dan sekarang aku
tahu, semuanya. Maaf, sekali lagi maaf. Menyesal tidak akan
membalikkan keadaan seperti semua. Namun dengan tulus aku meminta maaf.
Maaf
. . .
Sekali
lagi aku minta maaf, karena aku tidak berani . . .
Tidak
berani membicarakan dengan jujur, tidak berani berjuang untukmu . . .
Maaf,
kamu telah kecewa karena ku, dan maaf karena kamu tersiksa dengan perasaanmu padauk
. . .
Sekarang
aku mengerti, bahwa kesalahan sepenuhnya ada pada diriku, maaf telah
menyalahkanmu sebagai bentuk ketidakmampuan diriku. Namun, setelah semua
sekarang terungkap, akankah aku bisa melwati tahapan ini kedepannya? Tanpa ada
perasaan menyesal dan bersalah yang tertinggal?
Mungkin
Tak
lupa selamat, aku turut bahagia dengan kamu yang sekarang.
Rembang, 23 Februari 2024
Terimakasih untuk segalanya