Mereka Tak Membiarkanmu Mengisinya Penuh, Imam

Wednesday, February 04, 2015

" Aku akan berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengirimkan Hendra Yusuf Prasetyo kepadaku sebagai orang yang harus saya benci "


Bagaimana sempitnya lorong yang harus dia lewati, meskipun dia tidak mau menyimpang dan merusak ladang orang lain.

Imam menghela nafas untuk kesekian kalinya. Dia mencoba untuk menghibur diri sebelum dia mengetahui hasil apa yang telah ia ikuti selama ini. Mungkin dia sudah tahu apa yang akan terjadi, jadi ia sudah siap dengan hal itu. Dengan membawa laptop seperti biasanya dia duduk di lobi asrama menunggu Lisria, teman yang ia ajak janjian untuk membahas suatu hal yang penting. Dia memnfokuskan pandangan kearah monitor laptop yang ia pegang, dia sibuk menulis apa yang sedang dia pikirkan. Tanpa sepengetahuannya bahwa kini dia di temani oleh berberapa senior disampingnya. Imam tak perlu menyapa karena mereka tak penting baginya. Imam tetap melanjutkan apa yang ia kerjakan tadi sampai ada pesan singkat masuk dalam ponselnya.

“ Pengumuman HIMA sudah keluar, sudah di posting di Group Jurusan Kita ” itulah tulisan yang ia lihat di layar ponsel handphone kecilnya itu. Imam melirik kearah senior yang ada disebelahnya. Ia menatapnya dingin dan dengan segera melanjutkan pekerjaannya

“ Lagi ngapain mam? ” tanya salah satu seniornya yang bernama Huda

“ Lagi ngetik ” Jawabnya singkat

“ Lagi nunggu temen juga? ” tanya seorang lagi yang ia lihat ternyata Rizki yang juga salah satu senior yang dari tadi berada disampingnya

Tanpa menoleh ataupun melempar senyum Imam menjawab dengan santai “ Hmmn ”

Tiba-tiba lobi tempat diamana ia menunggu Lisria mendadak rame. Satu persatu mahasiswa datang dan duduk mengelilingi meja yang berada di depan Imam. Berberapa mahasiswa datang satu persatu mengelilingi meja beralaskan kaca bening yang terletak terpojok pada lobi. Tanpa sengaja imam terjebak pada sebuah pertemuan yang memang di tidak ketahui sejak awal. Yang imam ketahui dia hanya ingin ketemu dengan Lisria untuk membahas suatu hal. Pembicaraan tidak penting segera imam singkirkan, karena ia terfokus pada hal yang akan ia kerjakan bersama Lisria. Imam pergi meninggalkan sarang burung yang telah ia jaga sejak tadi menghampiri Lisria yang ternyata sudah berdiri bersandar di dinding dengan siku di ujung lain lobi itu. Imam menghampiri Lisria, duduk bersila berdua. Dia membuka posel dan menatap Imam dengan tajam, matanya mulai memerah. Bintik air mata mulai keluar dari ujung matanya yang tajam. Dari butiran air mata itupun aku menciba untuk menebak apa yang terjadi.

“ Apa yang sedang kau pikirkan? Apa ada sesuatu hal yang mengganggu dirimu? ” imam mengamati wajah lisria dengan seksama

“ Apa kamu tahu apa yang terjadi? ”sambil menunjukkan ponselnya tepat 10 sentimeter di depan muka Imam. “ Kamu gak lolos HIMA!! ” jawabnya berat

“ Aku sudah tahu itu, dan aku menyadari sejak wawancara terakhir. Apa ada yang salah dan kenapa kamu menangis? ” hiburnya, Imam mencoba untuk bersikap bahwa dia tidak apa-apa agar lisria menghentikan laju kecil air matanya dan menyekanya agar tak terlihat oleh orang lain.

“ Apa kamu tidak heran? Terus ada apa dengan mereka. Apa mereka tidak aneh? Mungkin mereka yang salah lah Jujur aku sebel sama mereka. Entah kenapa itu tak pasti ” jawabannya begitu tegas, memaksaku agar aku menjawab satu persatu apa yang ia lontarkan tadi.

“ Aku tidak menyesalkan apa yang sudah terjadi. Aku juga tau kapasitasku tidak mampu mengisi penuh tempat yang mereka sediakan. Diriku masih terlalu kecil agar bisa mengisi itu sendiri. Dan mungkin mereka tidak ingin hanya satu jenis zat air yang ada dalam wadah tersebut. Aku minyak dan Hendra Air. Kami berbeda, dari bobot jenis zat itu pun akulah yang ringan. dan Kenapa harus kecewa? ” Imam kembali menenangkan Lisria, lisria mulai menyeka bintik air mata yang menempel dipipinya. Lisria menghela nafas, panjang mencoba untuk menerima apa yang terjadi. Lisria kembali menatap Imam dengan serius menamati setiap mimik yang imam tampakkan sejak pembicaraan ini dimulai. Imam mengerutkan dahi dan menghela nafas . .

“ Kau akan mendengarkan ceritaku dari awal apa yang aku alami saat magang karena aku akan bicara sekarang juga. Meskipun kau selalu ikut disampingku mendampingi alur ceritaku. Tapi kau melewatkan hal penting yang tak kau alami karena saat itu kau tak bersamaku. Dengarkan baik-baik . . . . ”


Bersambung . . . 

You Might Also Like

0 comments

Followers

Total Pageviews

Translate